Minggu, 06 November 2011

Budaya Madu di Negeri Kita

Konsumsi madu bangsa kita tergolong paling rendah di dunia yaitu hanya 10-15 gram per kapita per tahun atau hanya satu sendok saja tiap orangnya per tahun. Apa? Baru satu sendok per kapita per tahun? Ih, malu-maluin

Sobat, coba kita tengok Jepang dan Australia yang seratus kali lebih banyak mengkonsumsi madu dibandingkan bangsa kita, kedua bangsa ini mengkonsumsi madu 1.600 gram per orang per tahun. Kenyataan ini tentu saja sungguh memprihatinkan. Bagaimana tidak, Indonesia adalah Negara yang kaya akan spesies lebah penghasil madu baik dari jenis lebah bersengat maupun yang tidak bersengat, nyaris semua jenis lebah di dunia dimiliki negeri megabodiversiti ini. selain itu iklim tropis Indonesia adalah iklim yang sebenarnya sangat mendukung terciptanya budidaya lebah madu, begitu pula ketersediaan sumber pakan di alam yang masih melimpah ruah merupakan peluang besar agar bangsa ini merdeka madu bahkan kalau perlu jadi eksportir madu di dunia!
Ada sebersit pertanyaan di benak saya, apakah bangsa kita memiliki kesadaran yang rendah terhadap manfaat madu bagi kesehatan kita? Ataukah karena kelangkaan madu di negeri ini? Kedua pertanyaan itu tentunya mewakili persoalan utama madu di negeri ini yang mesti kita cari jawabannya.



Sadar Manfaat
Peradaban sebuah bangsa memiliki korelasi dengan konsumsi madu. Jauh sebelum peradaban modern ada di belahan bumi ini manfaat madu bagi kesehatan sudah tertuang dalam beberapa kitab suci, setiap agama dan kebudayaan sangat meyakini manfaat madu terhadap kesehatan manusia. Keyakinan tersebut tentunya berdasarkan uji manfaat yang dilakukan nenek moyang kita dalam mengatasi berbagai persoalan kesehatan yang mereka temukan.

Pada abad ke-10 Avicena telah menulis berbagai khasiat madu bagi manusia, bahkan ribuan tahun sebelum masehi bangsa mesir kuno sangat rajin mengkonsumsi madu untuk kesehatan. Begitu pula nenek-moyang bangsa kita, secara turun temurun menggunakan madu untuk kepentingan kesehatan walau rekaman datanya kian hari kian menghilang. Cerita orang tua kita tentang hebatnya madu seolah sirna ketika hadir beragam obat-obatan kimia yang lebih murah dan mudah di temukan di warung-warung. Kebiasaan ini pun berlangsung cukup lama, orang modern cenderung senang yang instant-instant tanpa berpikir resiko dibalik itu semua.

Ketika cerita hebatnya madu dari orangtua kita hilang, barulah kita sadari bahwa selama ini kita membuat kesalahan besar mempercayakan kesehatan kita pada kimia, karena kesadaran itu pula rame-rame orang menciptakan trend back to nature, orang ingin kembali ke herbal dan makanan yang serba organic sebagaimana orang tua kita dulu yang kini sudah terkubur bersama cerita hebatnya madu.

Namun demikian, penelitian demi penelitian terus dilakukan, manfaat madu pun digali lebih mendalam dan cerita hebatnya madu dari orang tua kita dibuktikan dalam beragam riset. Dan, Tuhan tidak pernah bohong, Ia sudah menyuratkannya dalam kitab-kitab suci tentang keutamaan madu bagi mahluknya yang berpikir.

Disaat kesadaran akan manfaat madu timbul, bangsa kita terjebak dalam spekulasi para pebisnis madu, nilai moral madu sebagai penyembuh diabaikan demi kepentingan bisnis dan keuntungan semata. Permintaan madu makin meningkat tiap tahunnya, sementara itu jumlah produksi madu kian menurun. Salah satu penyebab turunnya produksi madu yaitu karena pembudidaya lebah madu makin hari makin berkurang. Pebisnis besar enggan melibatkan masyarakat, seolah-olah hanya tangannya yang memiliki kuasa untuk memenuhi kepentingan bisnis ini. Dampaknya madu dioplos. Madu dipalsukan. Tidak tanggung-tanggung 80% madu yang berada di pasaran negeri ini adalah palsu atau oplosan. Ih, malu-maluin

Kesadaran manfaat madu di kalangan masyarakat pengkonsumsi madu dipaksa untuk anjlog ke titik terendah lagi, hilang trust terhadap kualitas madu di negeri ini. Alih-alih konsumen madu ingin bugar malah oknum produsennya tambah kurang ajar…
Kalau sudah begini siapa yang mau tanggung-jawab!

Sadar Budidaya
Perlu kita ketahui, Inggris merupakan bangsa yang konsumsi madunya terbilang cukup tinggi di dunia, oleh karena itu Negara ini dijadikan sebagai percontohan peternakan lebah dunia yang sukses dan konsisten. Peternak lebah di Inggris terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, tidak ada monopoli pengusaha besar.

Bila kita ingin merasakan manisnya manfaat dan bisnis madu seluruh bangsa harus meniru pola kerja dari lebah itu sendiri. Hidup sangat social, tertata dalam manajemen yang arif dan tidak lepas dari kebersamaan. Sekuat-kuatnya tenaga sendiri tidak akan lebih kuat melawan tenaga berkoloni, semestinya prinsip ini diterapkan dalam produksi madu bangsa kita bila ingin memenuhi kebutuhan madu di negeri ini, jangan justru diserahkan ke segelintir orang berduit tapi serahkan bisnis ini ke masyarakat peternak, sebagai bentuk tanggung-jawab pemerintah terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Berpikir menjadi eksportir madu mungkin masih impian besar, namun memenuhi kebutuhan madu dalam negeri adalah suatu keniscayaan dan harus diwujudkan oleh bangsa ini. Banyak ruang kosong di bumi khatulistiwa kita yang dapat dimanfaat untuk membudidayakan lebah-lebah madu. Dengan terpenuhinya kebutuhan madu bangsa kita maka tingkat kecerdasan dan kesehatan masyarakat akan meningkat dan Negara ini akan lebih kua